Ibadah Haji Rumasyo – Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang kelima, sebuah ibadah yang wajib bagi umat Islam yang mampu melaksanakannya, setidaknya sekali seumur hidup. Haji bukan hanya perjalanan fisik ke Mekah dan Madinah, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang penuh dengan pelajaran hidup. Dalam artikel ini, kita akan membahas 10 pelajaran penting yang dapat dipetik dari ibadah haji, disertai dengan dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis.
Ibadah Haji Rumasyo: 10 Pelajaran di Balik Ibadah Haji
1. Belajar untuk Ikhlas
Ibadah haji mengajarkan umat Islam untuk melaksanakan segala bentuk ibadah dengan ikhlas hanya untuk mencari ridha Allah SWT. Hal ini terlihat dalam berbagai amal selama haji, termasuk penyembelihan hadyu dan qurban, di mana Allah menilai ketakwaan kita, bukan daging atau darahnya (QS. Al-Hajj: 37). Sabda Nabi Muhammad SAW juga menegaskan pentingnya niat yang ikhlas dalam berhaji (HR. Bukhari, no. 1521).
2. Mengikuti Tuntunan Nabi SAW
Dalam melaksanakan ibadah haji, sangat penting untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Ini mencakup berbagai aspek teknis pelaksanaan haji, termasuk waktu dan cara penyembelihan hewan qurban (HR. Bukhari, no. 955). Nabi Muhammad SAW bersabda agar umat Islam mengambil manasik haji dari beliau, karena beliau mungkin tidak berhaji lagi setelah hajinya yang terakhir (HR. Muslim, no. 1297).
3. Belajar untuk Bersedekah dan Mengorbankan Harta
Haji mengajarkan pentingnya berderma dan mengorbankan harta untuk kepentingan agama dan kemanusiaan. Allah menjanjikan bahwa apa yang kita infakkan akan diganti oleh-Nya dengan yang lebih baik (QS. Saba’: 39), dan Nabi SAW menegaskan bahwa sedekah tidak mengurangi harta (HR. Muslim, no. 2588).
4. Meninggalkan Larangan Saat Ihram
Saat berihram, jamaah haji dilarang mengenakan pakaian tertentu dan melakukan beberapa aktivitas untuk mengajarkan kesederhanaan, kesetaraan, dan ketundukan kepada Allah. Ini membantu umat Islam menjauhkan diri dari kesombongan dan fokus pada ibadah serta memperbanyak dzikir (Muttafaqun ‘alaih dan lafaz dari Imam Muslim).
5. Belajar untuk Rajin Berdzikir
Haji mengajarkan pentingnya memperbanyak dzikir, terutama pada hari-hari tertentu seperti sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan hari-hari tasyriq (QS. Al-Hajj: 28; QS. Al-Baqarah: 203). Aktivitas thawaf, sa’i, dan melempar jumrah juga merupakan bentuk dzikrullah (HR. Abu Daud, no. 1888).
6. Mengorbankan Kenyamanan dan Menahan Lelah
Ibadah haji memerlukan usaha fisik yang signifikan, mengajarkan umat Islam bahwa kepayahan dalam ibadah adalah bernilai pahala di sisi Allah. Rasulullah SAW menegaskan bahwa pahala ibadah tergantung pada usaha yang dikorbankan (HR. Muslim, no. 1211).
7. Semangat Meraih Surga
Melaksanakan haji dengan sempurna dan ikhlas, yang dikenal sebagai haji mabrur, memiliki pahala yang sangat besar, yaitu surga (HR. Bukhari, no. 1773 dan Muslim, no. 1349). Tanda-tanda haji mabrur termasuk ikhlas, menggunakan harta halal, menjauhi maksiat, berakhlak baik, dan menjalankan syiar Allah dengan penuh pengagungan.
8. Ibadah melihat dari kemampuan
وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”
(QS. Ali Imran: 97).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan mampu melakukan perjalanan adalah: (1) sehat badan, (2) bekal uang yang cukup, (3) ada kendaraan tanpa ada bahaya.
(Tafsir Ibnu Jarir, 7:38; As-Sunan Al-Kabiir oleh Imam Al-Baihaqi, 4:331. Sanad hadits ini sahih. Lihat Minhah Al-‘Allam, 5:167)
9. Amalan ada yang bisa dibadalkan
Amalan itu ada yang bisa dibadalkan, digantikan oleh orang lain seperti amalan haji.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَمَرَتِ امْرَأَةُ سِنَانَ بْنِ سَلَمَةَ الْجُهَنِىِّ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ أُمَّهَا مَاتَتْ وَلَمْ تَحُجَّ أَفَيُجْزِئُ عَنْ أُمِّهَا أَنْ تَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّهَا دَيْنٌ فَقَضَتْهُ عَنْهَا أَلَمْ يَكُنْ يُجْزِئُ عَنْهَا فَلْتَحُجَّ عَنْ أُمِّهَا
Istri Sinan bin Salamah Al-Juhaniy meminta bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ibunya yang meninggal dunia dan belum sempat menunaikan haji. Ia tanyakan apakah boleh ia menghajikan ibunya. “Iya, boleh. Seandainya ibunya punya utang, lalu ia lunasi utang tersebut, bukankah itu bermanfaat bagi ibunya? Maka silakan ia hajikan ibunya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. An-Nasai, no. 2634; Ahmad 1: 217 dari hadits Abu At Tiyah, Ibnu Khuzaimah 3034, Sunan An-Nasai Al-Kubra 3613. Sanad hadits ini sahih kata Al-Hafizh Abu Thahir).
Dalam riwayat lain,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَبِيهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ قَالَ حُجِّى عَنْ أَبِيكِ
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya seorang wanita pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ayahnya yang meninggal dunia dan belum berhaji, maka beliau bersabda, “Hajikanlah ayahmu.”
(HR. Bukhari, no. 1513; Muslim, no. 1334, lafazhnya adalah dari An-Nasai dalam sunannya, no. 2635).
Begitu pula boleh menghajikan dan mengumrahkan orang yang tidak mampu itu manfaat sebagaimana hadits berikut.
عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَالظَّعْنَ. قَالَ حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ
Dari Abu Razin Al-‘Uqaili, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta dan tidak mampu berhaji dan berumrah, serta tidak mampu melakukan perjalanan jauh.” Beliau bersabda, “Hajikan ayahmu dan berumrahlah untuknya pula.”
(HR. An-Nasai, no. 2638, sanadnya sahih kata Al Hafizh Abu Thahir).
Yang membadalkan haji atau umrah diharuskan telah melakukan ibadah tersebut terlebih dahulu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari dirimu sendiri.”
(HR. Muslim, no. 997).
Juga didukung oleh hadits,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ شُبْرُمَةُ ». قَالَ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « هَلْ حَجَجْتَ قَطُّ ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاجْعَلْ هَذِهِ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ احْجُجْ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berucap ‘labbaik ‘an Syubrumah’ (aku memenuhi panggilan-Mu -Ya Allah- atas nama Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa Syubrumah?” “Ia adalah kerabat dekatku”, jawab orang tersebut. “Apakah engkau sudah pernah berhaji sekali sebelumnya?”, tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia jawab, “Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatinya, “Jadikan hajimu ini untuk dirimu, nanti engkau berhaji lagi untuk Syubrumah.”
(HR. Ibnu Majah, no. 2903; Abu Daud, no. 1811, Ibnu Khuzaimah 3039, Ibnu Hibban 962. Sanad hadits ini dha’if, Ibnu Abi ‘Urubah adalah perowi ‘an-‘anah. Sedangkan Syaikh Al-Albani mensahihkan hadits ini).
Membadalkan haji untuk mayat ada tiga keadaan:
- Ia sudah wajib berhaji di masa hidupnya, ia wajib dihajikan dari harta peninggalannya. Jika ia tidak memiliki harta peninggalan, ahli waris disunnahkan menghajikannya. Dalam hal ini, yang bukan mahram (ajnabi) boleh menghajikan walau tanpa izin.
- Ia tidak terkena wajib haji pada masa hidupnya, maka kerabat atau yang bukan mahram (ajnabi) disunnahkan menghajikannya, baik ada wasiat ataukah tidak.
- Ia sudah pernah berhaji untuk dirinya, apakah ia perlu dihajikan lagi dengan status sunnah? Menurut pendapat al-mu’tamad: Ia dihajikan jika memang ada wasiat. Jika tidak ada wasiat, maka tidak perlu menghajikan.
Lihat Tahqiq Ar-Raghbaat bi At-Taqsiimaat wa At-Tasyjiiroot li Tholabah Al-Fiqh Asy-Syafii, hlm. 216.
10. Belajar dari ucapan talbiyah
Dari Khallad bin As-Saa-ib, dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَانِي جِبْرِيلُ, فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَأَصْحَابِي أَنْ يَرْفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالْإِهْلَالِ
“Jibril datang kepadaku, lalu memerintahkanku agar aku menyuruh sahabat-sahabatku mengeraskan suara mereka dengan bacaan talbiyah.” (Diriwayatkan oleh Imam yang lima. Hadits ini sahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
[HR. Abu Daud, no. 1814; Tirmidzi, no. 829; An-Nasai, 5:162; Ibnu Majah, no. 2922; Ahmad, 27:89-90; Ibnu Hibban, no. 3791].
Kalimat “LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK” di atas maksudnya adalah aku penuhi panggilan-Mu, wahai Rabbku, sekali lalu sekali. Kalimat “LAA SYARIKA LAK”, maksudnya adalah aku penuhi panggilan-Mu semata, tidak ada sekutu bagi-Mu. Artinya, kalimat ini berisi pengakuan untuk tidak berbuat syirik. Ini menunjukkan ibadah haji dan ibadah lainnya mesti dilakukan dengan ikhlas untuk mengharap ridha Allah Ta’ala.
Lafazh talbiyah diucapkan dengan pengulangan dengan mengharap bahwa pengabulannya itu berulang kali.
Lafazh talbiyah yang baik adalah yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dalam tidak mengapa ditambah atau dikurangi. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar para sahabat menambah atau mengurangi, tetapi beliau tidak mengingkari mereka.
Pelajaran-pelajaran ini tidak hanya memperdalam hubungan spiritual dengan Allah, tetapi juga meningkatkan kualitas moral dan sosial individu yang melaksanakannya.
Ibadah Haji Rumasyo: Kesimpulan
Ibadah haji bukan hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang sarat dengan pelajaran hidup. Dari kesetaraan dan pengorbanan hingga ketabahan dan kepatuhan, setiap aspek haji mengajarkan kita nilai-nilai penting yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami dan menghayati pelajaran-pelajaran ini, kita dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Melalui haji, kita diajak untuk merenungkan makna hidup, memperbaiki diri, dan memperkuat hubungan kita dengan Allah serta sesama manusia. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk melaksanakan haji dan mengambil hikmah dari setiap langkah yang kita jalani dalam ibadah ini. Amin.
Sumber https://rumaysho.com/38676-pelajaran-di-balik-ibadah-haji.html
Kurban Idul Adha 1445 H
“Kami bantu, terima dan salurkan, InsyaAllah Sesuai Syariah & Tepat Sasaran !”
Bergabunglah dalam program kurban di Masjid Al-Kahfi! Hanya dengan harga paket 3,5 juta, kita bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama dan mendapatkan berkah yang melimpah. Ayo, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berbagi kebaikan.