Ibadah Haji Merupakan Napak Tilas Sejarah Nabi – Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu, baik secara finansial maupun fisik, setidaknya sekali seumur hidup. Dalam praktiknya, ibadah haji bukan sekadar ritual keagamaan semata, melainkan juga merupakan napak tilas perjalanan sejarah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Nabi Muhammad SAW. Artikel ini akan mengupas secara mendalam bagaimana ibadah haji mencerminkan perjalanan sejarah para nabi tersebut, serta dalil-dalil yang mendukungnya.
Sejarah ibadah haji tidak dapat dipisahkan dari kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan istrinya, Siti Hajar, dan anaknya yang masih bayi, Ismail, di lembah tandus yang kelak menjadi kota Mekkah. Perintah ini merupakan ujian besar bagi Nabi Ibrahim dan keluarganya, namun dengan penuh keimanan, mereka mematuhinya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗٓ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.” Dia (Allah) berfirman, “Siapa yang kufur akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. Al-Baqarah [2]:126)
Kisah perjuangan Siti Hajar dalam mencari air untuk anaknya yang kehausan menjadi salah satu bagian penting dari ibadah haji. Ketika ditinggalkan di lembah tandus, Hajar berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali dalam upayanya mencari air. Dengan izin Allah, muncul mata air Zamzam di bawah kaki Ismail.
Perjuangan ini diabadikan dalam salah satu rukun haji, yaitu sa’i, yang mengharuskan jamaah haji berlari-lari kecil antara Safa dan Marwah. Hal ini termaktub dalam firman Allah:
اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah.43) Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai44) antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri,45) lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah [2]:158)
Setelah beberapa tahun, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk mendirikan Ka’bah bersama putranya, Ismail. Ka’bah kemudian menjadi kiblat umat Muslim dan pusat dari pelaksanaan ibadah haji. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Baqarah [2]:127)
Salah satu puncak dari ibadah haji adalah pelaksanaan kurban pada Hari Raya Idul Adha. Hal ini merujuk pada peristiwa ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya, Ismail, sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah. Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba, dan peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ لصّٰبِرِيْنَفَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, “Salam sejahtera atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.
(Ash-Shaffat: 102-109)
Ibadah haji juga tidak lepas dari perjalanan hidup Rasulullah Muhammad SAW. Salah satu peristiwa penting adalah Fathu Makkah (Pembebasan Mekkah) pada tahun 8 Hijriyah. Setelah pembebasan ini, Rasulullah menekankan pentingnya pelaksanaan haji sebagai salah satu pilar Islam. Dalam khutbahnya di Haji Wada’, beliau bersabda:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada kami seraya bersabda: “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk menunaikan ibadah haji. Karena itu, tunaikanlah ibadah haji.”
(Shahih Muslim No.2380)
Rasulullah SAW melaksanakan haji perpisahan (Haji Wada’) pada tahun 10 Hijriyah. Pada kesempatan ini, beliau menyampaikan khutbah yang berisi pesan-pesan penting bagi umat Islam, termasuk tentang kesetaraan, keadilan, dan pentingnya persatuan umat. Khutbah ini menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Salah satu bagian khutbah beliau yang sangat terkenal adalah:
Abu Umamah berkata: saya telah mendengar khutbah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika haji wada’, beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah Rabb kalian, kerjakanlah shalat lima waktu, berpuasalah di bulan Ramadlan, tunaikanlah zakat mal kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga Rabb kalian.”
(Sunan Tirmidzi No.559)
Ihram adalah niat untuk memulai ibadah haji dengan mengenakan pakaian khusus dan menjalankan larangan tertentu. Pakaian ihram bagi laki-laki terdiri dari dua lembar kain putih tanpa jahitan, sedangkan bagi perempuan memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan.
Dalil Ihram:
Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dari Madinah setelah Beliau menyisir rambutnya dan memolesnya dengan minyak zaitun. Dan Beliau mengenakan baju dan rida’nya, begitu juga para sahabat Beliau. Beliau tidak melarang apapun mengenai rida’ (selendang panjang) dan baju untuk dipakai kecuali minyak wangi (za’faran) yang masih tersisa pada kulit badan. Ketika paginya berada di Dzul Hulaifah, Beliau berangkat dengan mengendarai tunggangannya hingga sampai di padang sahara saat siang hari. Maka disitulah Beliau memulai ihram dengan bertalbiyyah begitu juga para sahabatnya. …”
(Shahih Bukhari No.1444)
Setelah berihram, jamaah haji mengucapkan talbiyah, yaitu:
“LABBAIKA ALLAHUMMA LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIKA INNAL HAMDA WAN NI’MATA LAKA WAL MULKA LAA SYARIIKA LAKA”
Artinya:
“Kupatuhi perintah-Mu ya Allah, kupatuhi Engkau. Kupatuhi Engkau, Kupatuhi Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Kupatuhi Engkau, sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu, begitu pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu.”
Dalil Talbiyah:
Dari Abdullah bin Umar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Abu Musa Al Asy’ariy radliyallahu ‘anhu berkata:
“Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau berada di Bathha’, ketika Beliau singgah untukk istirahat lalu Beliau bertanya kepadaku: “Bagaimana cara kamu berihram?” Aku jawab: Aku berihram dengan bertalbiyah (berniat memulai haji) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram….”
(Shahih Bukhari No.1668)
Setibanya di Mekkah, jamaah haji melakukan thawaf qudum sebagai tanda penghormatan kepada Ka’bah. Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan berlawanan arah jarum jam.
Dalil Thawaf:
Maka Beliau berkata: “Kamu sudah berbuat dengan baik, maka thawaflah di Ka’bah Baitullah dan sa’iy antara bukit Shafaa dan Marwah lalu bertahallullah….“
(Shahih Bukhari No.1668)
Sa’i adalah berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ritual ini mengenang usaha Siti Hajar mencari air untuk putranya, Nabi Ismail AS.
Dalil Sa’i:
Maka Beliau berkata: “Kamu sudah berbuat dengan baik, maka thawaflah di Ka’bah Baitullah dan sa’iy antara bukit Shafaa dan Marwah lalu bertahallullah….“
(Shahih Bukhari No.1668)
Puncak dari ibadah haji adalah Wukuf di Arafah, dimana jamaah haji berdiam diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dari siang hingga terbenam matahari. Wukuf adalah waktu untuk berdoa, berdzikir, dan merenung.
Dalil Wukuf di Arafah:
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Aku menyembelih hewan kurban di sini, dan Mina seluruhnya adalah tempat menyembelih. Karena itu, sembelihlah kurbanmu di tempat kendaraanmu berhenti. Dan wukuf di Arafah, maka Arafah seluruhnya adalah tempat wukuf. Dan aku wukuf pula di Muzdalifah, maka Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf.”
(Shahih Muslim No.2138)
Setelah meninggalkan Arafah, jamaah haji bermalam di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah. Di Muzdalifah, jamaah mengumpulkan kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah.
Dalil Mabit di Muzdalifah:
Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab, Salim berkata:
“‘Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma mendahulukan orang-orang yang lemah dari keluarganya lalu mereka berdiam (wuquf) di Al Masy’aril Haram di Muzdalifah pada malam hari. Disana mereka berdzikir (mengingat) semampu mereka kemudian mereka kembali sebelum imam berhenti (wuquf) dan sebelum bertolak. …”
(Shahih Bukhari No.1564)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji melakukan pelemparan jumrah ‘Aqobah dengan menggunakan tujuh kerikil di Mina. Pelemparan jumrah ini merupakan simbol pengusiran setan dan meneladani tindakan Nabi Ibrahim AS.
Dalil Melempar Jumrah:
Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab, Salim berkata:
“‘…. .Diantara mereka ada yang menuju Mina untuk shalat Shubuh disana dan diantara mereka ada yang menuju kesana setelah shalat Shubuh. Jika mereka sudah sampai, mereka melempar jumrah…”
(Shahih Bukhari No.1564)
Ibadah haji adalah lebih dari sekadar ritual tahunan bagi umat Islam. Ibadah ini merupakan napak tilas sejarah yang sarat dengan makna spiritual dan historis, mengingatkan kita pada keteladanan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Rasulullah Muhammad SAW. Melalui pelaksanaan haji, umat Islam diingatkan akan pentingnya ketundukan kepada Allah, kesabaran, ketekunan, dan persatuan umat. Dengan memahami sejarah di balik setiap ritual haji, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan ibadah ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, serta mendapatkan haji yang mabrur.
Sebagai kesimpulan, ibadah haji bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam, menghubungkan masa kini dengan jejak para nabi yang telah mengajarkan kita tentang keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
“Kami bantu, terima dan salurkan, InsyaAllah Sesuai Syariah & Tepat Sasaran !”
Bergabunglah dalam program kurban di Masjid Al-Kahfi! Hanya dengan harga paket 3,5 juta, kita bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama dan mendapatkan berkah yang melimpah. Ayo, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berbagi kebaikan.
A.n Qurban Masjid Al-Kahfi Bunut