Ibadah Haji Itu Berapa Hari: Haji memiliki banyak makna spiritual, historis, dan simbolis yang mendalam. Namun, banyak yang mungkin bertanya-tanya, berapa hari sebenarnya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan ibadah Haji? Dalam artikel ini, kita akan membahas rincian durasi Haji, aktivitas yang dilakukan selama Haji, serta dalil-dalil yang mendukung praktek-praktek tersebut.
Haji dilaksanakan setiap tahun pada bulan Dzulhijjah, bulan terakhir dalam kalender Hijriyah. Secara umum, Haji memakan waktu sekitar lima hingga enam hari, dimulai dari tanggal 8 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah. Berikut ini adalah rincian aktivitas dan durasi pelaksanaan Haji:
8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)
9 Dzulhijjah (Hari Arafah)
10 Dzulhijjah (Hari Nahr, Idul Adha)
11 Dzulhijjah (Hari Tasyrik Pertama)
12 Dzulhijjah (Hari Tasyrik Kedua)
13 Dzulhijjah (Hari Tasyrik Ketiga, opsional)
Pelaksanaan Haji memiliki dasar yang kuat dari Al-Qur’an dan Hadis. Berikut beberapa dalil yang mendukung pelaksanaan Haji dan aktivitas-aktivitas di dalamnya:
Kewajiban Haji:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim.) Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.
(QS. Āli ‘Imrān [3]:97)
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya wukuf di Arafah sebagai rukun Haji yang tidak boleh ditinggalkan.
Ihram adalah niat untuk memulai ibadah haji dengan mengenakan pakaian khusus dan menjalankan larangan tertentu. Pakaian ihram bagi laki-laki terdiri dari dua lembar kain putih tanpa jahitan, sedangkan bagi perempuan memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan.
Dalil Ihram:
Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dari Madinah setelah Beliau menyisir rambutnya dan memolesnya dengan minyak zaitun. Dan Beliau mengenakan baju dan rida’nya, begitu juga para sahabat Beliau. Beliau tidak melarang apapun mengenai rida’ (selendang panjang) dan baju untuk dipakai kecuali minyak wangi (za’faran) yang masih tersisa pada kulit badan. Ketika paginya berada di Dzul Hulaifah, Beliau berangkat dengan mengendarai tunggangannya hingga sampai di padang sahara saat siang hari. Maka disitulah Beliau memulai ihram dengan bertalbiyyah begitu juga para sahabatnya. …”(Shahih Bukhari 1444)
Setelah berihram, jamaah haji mengucapkan talbiyah, yaitu:
“LABBAIKA ALLAHUMMA LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIKA INNAL HAMDA WAN NI’MATA LAKA WAL MULKA LAA SYARIIKA LAKA”
Artinya:
“Kupatuhi perintah-Mu ya Allah, kupatuhi Engkau. Kupatuhi Engkau, Kupatuhi Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Kupatuhi Engkau, sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu, begitu pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu.”
Dalil Talbiyah:
Dari Abdullah bin Umar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Abu Musa Al Asy’ariy radliyallahu ‘anhu berkata:
“Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau berada di Bathha’, ketika Beliau singgah untukk istirahat lalu Beliau bertanya kepadaku: “Bagaimana cara kamu berihram?” Aku jawab: Aku berihram dengan bertalbiyah (berniat memulai haji) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram….”(Shahih Bukhari 1668)
Setibanya di Mekkah, jamaah haji melakukan thawaf qudum sebagai tanda penghormatan kepada Ka’bah. Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan berlawanan arah jarum jam.
Dalil Thawaf:
Maka Beliau berkata: “Kamu sudah berbuat dengan baik, maka thawaflah di Ka’bah Baitullah dan sa’iy antara bukit Shafaa dan Marwah lalu bertahallullah….“(Shahih Bukhari 1668)
Sa’i adalah berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ritual ini mengenang usaha Siti Hajar mencari air untuk putranya, Nabi Ismail AS.
Dalil Sa’i:
Maka Beliau berkata: “Kamu sudah berbuat dengan baik, maka thawaflah di Ka’bah Baitullah dan sa’iy antara bukit Shafaa dan Marwah lalu bertahallullah….“(Shahih Bukhari 1668)
Puncak dari ibadah haji adalah Wukuf di Arafah, dimana jamaah haji berdiam diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dari siang hingga terbenam matahari. Wukuf adalah waktu untuk berdoa, berdzikir, dan merenung.
Dalil Wukuf di Arafah:
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Aku menyembelih hewan kurban di sini, dan Mina seluruhnya adalah tempat menyembelih. Karena itu, sembelihlah kurbanmu di tempat kendaraanmu berhenti. Dan wukuf di Arafah, maka Arafah seluruhnya adalah tempat wukuf. Dan aku wukuf pula di Muzdalifah, maka Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf.”(Shahih Muslim 2138)
Setelah meninggalkan Arafah, jamaah haji bermalam di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah. Di Muzdalifah, jamaah mengumpulkan kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah.
Dalil Mabit di Muzdalifah:
Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab, Salim berkata:
“‘Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma mendahulukan orang-orang yang lemah dari keluarganya lalu mereka berdiam (wuquf) di Al Masy’aril Haram di Muzdalifah pada malam hari. Disana mereka berdzikir (mengingat) semampu mereka kemudian mereka kembali sebelum imam berhenti (wuquf) dan sebelum bertolak. …”(Shahih Bukhari 1564)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji melakukan pelemparan jumrah ‘Aqobah dengan menggunakan tujuh kerikil di Mina. Pelemparan jumrah ini merupakan simbol pengusiran setan dan meneladani tindakan Nabi Ibrahim AS.
Dalil Melempar Jumrah:
Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab, Salim berkata:
“‘…. .Diantara mereka ada yang menuju Mina untuk shalat Shubuh disana dan diantara mereka ada yang menuju kesana setelah shalat Shubuh. Jika mereka sudah sampai, mereka melempar jumrah…”(Shahih Bukhari 1564)
Setelah melempar jumrah, jamaah haji menyembelih hewan kurban sebagai tanda ketaatan kepada Allah SWT, mengikuti sunnah Nabi Ibrahim AS.
Dalil Peanyembelihan Hewan:
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Aku menyembelih hewan kurban di sini, dan Mina seluruhnya adalah tempat menyembelih. Karena itu, sembelihlah kurbanmu di tempat kendaraanmu berhenti. Dan wukuf di Arafah, maka Arafah seluruhnya adalah tempat wukuf. Dan aku wukuf pula di Muzdalifah, maka Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf/bermalam/mabit.”(Shahih Muslim 2138)
Tahallul adalah mencukur rambut bagi laki-laki atau memotong sebagian rambut bagi perempuan sebagai tanda keluarnya dari kondisi ihram.
Dalil Tahallul:
Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata:
“….Beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) kembali dari ‘Arafah lalu Beliau memerintahkan para sahabatnya agar melaksanakan thawaf di Baitullah dan sa’iy antara bukit Shafaa dan Marwah kemudian memerintahkan pula agar mereka memotong rambut mereka lalu bertahallul. Ketentuan ini berlaku bagi mereka yang tidak membawa hewan sembelihan (qurban)….”(Shahih Bukhari 1444)
Thawaf yang dilakukan setelah melontar jumrah dan tahallul adalah Thawaf ifadah. Ini adalah salah satu rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan.
Dalil Thawaf Ifadah:
‘Aisyah radliyallahu ‘anha berkata:
“Kami pergi menunaikan haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kami bertolak pada hari Nahar (untuk thawaf ifadhah). …”(Shahih Bukhari 1618)
Setelah thawaf ifadah, jamaah haji kembali ke Mina untuk bermalam pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar tsani). Pada hari-hari ini, jamaah melakukan pelemparan jumrah tiga kali: Ula, Wusta, dan Aqabah.
Dalil Mabit di Mina:
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu menceritakan:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya’ kemudian Beliau tidur sejenak di Al Muhashib (tempat melempar jumrah di Mina), lalu Beliau menunggang tunggangannya menuju ke Ka’bah Baitullah lalu thawaf disana.”(Shahih Bukhari 1643)
Adalah Thawaf perpisahan sebelum jamaah haji meninggalkan Mekkah. Thawaf ini dilakukan sebagai tanda perpisahan dengan Baitullah.
Dalil Thawaf Wada’:
Ibnu Abbas ia berkata:
“Orang banyak telah pulang ke negerinya masing-masing. Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seseorang pulang sebelum dia thawaf wada’ (akhir) di Baitullah.” Zuhair berkata: “Yansharifuuna Kulla wajhiin.” Dan ia tidak menyebutkan: “Fii.”(Shahih Muslim 2350)
Secara keseluruhan, durasi ibadah Haji adalah sekitar lima hingga enam hari, dimulai dari tanggal 8 hingga 13 Dzulhijjah. Setiap tahapan dan aktivitas dalam Haji memiliki makna spiritual yang mendalam dan didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan Hadis. Pelaksanaan Haji bukan hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang mengharuskan jamaah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, berdoa, dan memohon ampunan-Nya.
Haji mengajarkan banyak nilai penting, seperti kesabaran, keikhlasan, persamaan, dan pengorbanan. Bagi setiap Muslim yang mampu, melaksanakan Haji setidaknya sekali seumur hidup adalah sebuah kewajiban yang membawa berkah dan pahala yang besar. Dengan memahami setiap tahapan dan durasi Haji, kita dapat lebih menghargai dan mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menunaikan ibadah yang agung ini.
“Kami bantu, terima dan salurkan, InsyaAllah Sesuai Syariah & Tepat Sasaran !”
Bergabunglah dalam program kurban di Masjid Al-Kahfi! Hanya dengan harga paket 3,5 juta, kita bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama dan mendapatkan berkah yang melimpah. Ayo, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berbagi kebaikan.
A.n Qurban Masjid Al-Kahfi Bunut