Hewan Kurban Merupakan Kambing Hanya Boleh Diatasnamakan Oleh: Dalam ibadah kurban, pemilihan hewan yang akan diserahkan sebagai kurban merupakan langkah yang sangat penting. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah siapa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban, terutama jika hewan tersebut berupa kambing. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang hukum hewan kurban berupa kambing dan siapa yang memiliki wewenang untuk mengatasnamakan, dengan dukungan dalil-dalil dari Al-Quran, Hadis, dan pandangan ulama.
Sebelum masuk ke pembahasan tentang siapa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban berupa kambing, penting untuk memahami makna dan pentingnya pengatasnamaan dalam ibadah kurban. Pengatasnamaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk menetapkan bahwa suatu hewan telah ditentukan sebagai kurban dan akan diserahkan kepada Allah SWT. Hal ini mencerminkan kesungguhan dan kepatuhan umat Muslim terhadap perintah Allah SWT dalam menjalankan ibadah kurban.
Al-Quran memberikan petunjuk terkait dengan ibadah kurban, meskipun tidak secara spesifik menyebutkan tentang pengatasnamaan hewan kurban merupakan kambing. Namun, terdapat ayat yang mengarahkan umat Islam untuk menyembelih hewan kurban dan menyebut nama Allah SWT dalam proses penyembelihan. Salah satu ayat yang relevan adalah:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.”
(QS. Al-Hajj: 32)
Meskipun ayat ini tidak secara langsung terkait dengan pengatasnamaan hewan kurban, namun memberikan pemahaman tentang pentingnya mengagungkan syiar-syiar Allah SWT, termasuk dalam pelaksanaan ibadah kurban.
Hadis-hadis dari Nabi Muhammad SAW juga memberikan petunjuk mengenai pengatasnamaan hewan kurban. Salah satu hadis yang relevan adalah:
“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang menyembelih sebelum Shalat, maka hendaklah ia menyembelih lagi. Barangsiapa yang tidak menyembelih sebelum Shalat, maka hendaklah ia menyembelih setelah Shalat.'” (HR. Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya menyembelih hewan kurban setelah pelaksanaan Shalat Idul Adha. Meskipun tidak secara spesifik membahas tentang pengatasnamaan, namun hadis ini menunjukkan aturan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.
Pertanyaan yang sering muncul adalah siapa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban, terutama jika hewan tersebut berupa kambing. Ada beberapa pandangan dari para ulama mengenai hal ini:
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban adalah pemilik hewan. Dalam hal ini, pemilik hewan memiliki kebebasan untuk menetapkan hewan mana yang akan dijadikan kurban dan menyembelihnya atas namanya sendiri atau atas nama anggota keluarganya.
Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban adalah kepala keluarga atau orang yang memiliki tanggung jawab atas keluarga tersebut. Dalam konteks ini, kepala keluarga atau wali memiliki kewenangan untuk mengatasnamakan hewan kurban atas nama seluruh anggota keluarganya.
Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban adalah orang-orang yang berada dalam tanggung jawab pemilik hewan. Dalam hal ini, orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab pemilik hewan, seperti anak-anak atau keluarga yang tidak memiliki pendapatan sendiri, juga dapat diwakili oleh pemilik hewan dalam pengatasnamaan.
Ibadah kurban merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan umat Islam pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tashrik. Hewan kurban yang sah harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Jenis Hewan
Hewan kurban haruslah hewan ternak, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau. Hewan ternak yang diharamkan seperti babi, anjing, dan hewan yang mati sebelum disembelih tidak boleh dijadikan hewan kurban.
b. Usia Hewan
Hewan kurban harus mencapai usia minimal yang ditentukan syariat. Usia minimal hewan kurban adalah:
c. Kesehatan Hewan
Hewan kurban haruslah dalam keadaan sehat, tidak cacat, dan tidak memiliki penyakit menular. Cacat yang dimaksudkan adalah cacat yang mengganggu fungsi organ tubuh hewan, seperti buta sebelah, pincang, patah kaki, dan sebagainya.
d. Jenis Kelamin Hewan
Menurut mayoritas ulama, hewan kurban yang sah adalah hewan jantan. Hewan betina hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, yaitu:
e. Kepemilikan Hewan
Hewan kurban haruslah milik orang yang berkurban atau milik orang lain dengan izin yang sah. Hewan yang diperoleh dengan cara yang tidak sah, seperti mencuri atau merampok, tidak boleh dijadikan hewan kurban.
f. Waktu Penyembelihan
Hewan kurban harus disembelih setelah shalat Idul Adha hingga akhir hari tasyrik (hari ketiga setelah Idul Adha).
g. Tata Cara Penyembelihan
Hewan kurban harus disembelih dengan cara yang benar sesuai dengan syariat Islam, yaitu:
Dalam ibadah kurban, hewan kurban berupa kambing hanya boleh diatasnamakan oleh titik-titik orang yang memiliki kewenangan atau tanggung jawab atas hewan tersebut. Pendapat mengenai siapa yang berhak mengatasnamakan hewan kurban bisa bervariasi sesuai dengan interpretasi ulama dan kondisi masyarakat. Yang terpenting, dalam menjalankan ibadah kurban, umat Muslim harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip kepatuhan kepada Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW. Dengan demikian, ibadah kurban akan menjadi bentuk penghormatan dan pengabdian yang sesuai dengan ajaran Islam yang murni.
“Kami bantu, terima dan salurkan, InsyaAllah Sesuai Syariah & Tepat Sasaran !”
Bergabunglah dalam program kurban di Masjid Al-Kahfi! Hanya dengan harga paket 3,5 juta, kita bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama dan mendapatkan berkah yang melimpah. Ayo, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berbagi kebaikan.
A.n Qurban Masjid Al-Kahfi Bunut