Sholat Orang Yahudi – Sholat dalam tradisi Islam merupakan kewajiban yang dijalankan dengan penuh ketertiban dan ketenangan. Namun, bagaimana dengan sholat dalam tradisi Yahudi? Apakah ada kesamaan atau perbedaan yang mencolok? Mari kita jelajahi lebih dalam mengenai praktik sholat dalam agama Yahudi dan bandingkan dengan ajaran Islam, berdasarkan dalil dari Al-Quran dan Hadis.
Sholat Orang Yahudi: Pengenalan Sholat dalam Agama Yahudi
Sholat dalam agama Yahudi disebut dengan “Tefilah”. Tefilah memiliki struktur dan aturan tertentu yang dijalankan oleh kaum Yahudi di seluruh dunia. Mereka menjalankan tiga kali doa harian, yang masing-masing memiliki nama dan waktu tertentu: Shacharit (pagi), Mincha (sore), dan Maariv (malam). Berbeda dengan sholat dalam Islam yang memiliki lima waktu, praktik doa dalam Yahudi lebih fokus pada tiga periode utama dalam sehari.
Struktur Tefilah
Struktur Tefilah sangat mirip dengan sholat dalam Islam, di mana ada bacaan-bacaan tertentu yang harus diikuti. Tefilah terdiri dari serangkaian doa dan pujian kepada Tuhan, yang dimulai dengan Shema Yisrael, doa yang menegaskan keesaan Tuhan. Selanjutnya, ada Amidah atau Shemoneh Esreh, yang terdiri dari 19 berkat yang mencakup pujian, permohonan, dan ucapan syukur.
Dalil dalam Al-Quran dan Hadis
Dalam Al-Quran, ada beberapa ayat yang mengindikasikan pentingnya sholat dan berdoa sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Salah satunya adalah Surat Al-Baqarah ayat 43:
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Hadis juga menekankan pentingnya sholat dalam kehidupan seorang Muslim. Rasulullah SAW bersabda:
“Sholat adalah tiang agama, barangsiapa mendirikannya maka ia telah menegakkan agama dan barangsiapa meninggalkannya maka ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbandingan dengan Sholat dalam Islam
Meskipun ada perbedaan dalam jumlah waktu dan struktur doa, esensi dari kedua tradisi ini tetap sama, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam Islam, sholat lima waktu menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan setiap hari, dimulai dari Subuh hingga Isya. Setiap sholat memiliki bacaan dan gerakan yang spesifik, yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam tradisi Yahudi, Tefilah juga dilakukan dengan penuh khidmat dan aturan tertentu. Mereka menggunakan kitab doa yang disebut Siddur, yang berisi teks-teks doa yang harus dibaca. Berbeda dengan Islam, di mana sholat dilakukan dalam bahasa Arab, doa dalam Yahudi bisa dilakukan dalam bahasa Ibrani atau bahasa setempat, tergantung komunitasnya.
Kesamaan dalam Niat dan Tujuan
Baik dalam Islam maupun Yahudi, niat dalam berdoa sangat penting. Niat ini mencerminkan ketulusan hati dan keinginan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dalam Islam, niat disebut dengan “niyyah” yang harus diucapkan sebelum memulai sholat. Sementara itu, dalam Yahudi, niat dikenal dengan istilah “kavanah”, yang juga mengacu pada kesadaran penuh saat berdoa.
Pengaruh Budaya dan Sejarah
Tradisi doa dalam kedua agama ini tidak lepas dari pengaruh budaya dan sejarah masing-masing. Dalam Islam, praktik sholat diturunkan langsung oleh Rasulullah SAW berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Sedangkan dalam Yahudi, doa-doa mereka berkembang dari tradisi lisan yang kemudian dibukukan dalam Siddur.
Peran Tempat Ibadah
Tempat ibadah juga memiliki peran penting dalam praktik sholat dan doa. Dalam Islam, masjid menjadi pusat kegiatan ibadah dan sosial. Sholat berjamaah di masjid sangat dianjurkan, terutama sholat Jumat. Di sisi lain, sinagoga menjadi tempat ibadah bagi kaum Yahudi. Di sinagoga, mereka berkumpul untuk berdoa dan belajar kitab suci mereka.
Kesimpulan
Meskipun terdapat perbedaan dalam praktik dan pelaksanaan sholat antara Islam dan Yahudi, tujuan utama dari kedua tradisi ini tetap sama, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencari ridha-Nya. Dengan memahami perbedaan dan kesamaan ini, kita dapat lebih menghargai keanekaragaman dalam beribadah dan melihat keindahan dalam perbedaan tersebut.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:
“Bagi tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Ma’idah: 48)
Hadis juga menegaskan pentingnya menghormati perbedaan antarumat beragama:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan amalanmu.” (HR. Muslim)
Dengan demikian, semoga tulisan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang praktik sholat dalam agama Yahudi dan memperkaya pemahaman kita tentang keragaman dalam beribadah.
Baca Juga:
Mari Berwakaf !
Sahabat-sahabat yang dirahmati Allah, kami mengajak Anda semua untuk berpartisipasi dalam program wakaf pemasangan kaca asrama di Masjid Al-Kahfi. Asrama ini akan menjadi tempat tinggal bagi para tahfidz yang tengah menghafal Al-Quran dan calon-calon CEO masa depan yang berakhlak mulia.