Ibadah Haji ini Pertama Dikerjakan Oleh: Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Haji merupakan puncak dari rukun Islam, menunjukkan totalitas ketundukan seorang hamba kepada Allah SWT. Penetapan kewajiban ibadah haji memiliki sejarah panjang yang berakar dari masa Nabi Ibrahim AS dan diperintahkan kembali pada masa Nabi Muhammad SAW. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah penetapan syariat haji pada tahun ke-9 Hijriyah serta dalil-dalil yang mendasarinya.
Ibadah haji memiliki akar sejarah yang panjang. Berdasarkan Al-Qur’an, perintah untuk menunaikan haji pertama kali diberikan kepada Nabi Ibrahim AS. Allah SWT memerintahkan beliau untuk menyerukan kepada umat manusia agar datang ke Baitullah (Ka’bah) untuk melaksanakan ibadah haji:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ
“Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
(QS. Al-Hajj: 27).
Pada masa Nabi Muhammad SAW, ibadah haji disyariatkan kembali dan ditetapkan sebagai kewajiban bagi setiap Muslim. Menurut para ulama, syariat haji ditetapkan pada tahun ke-9 Hijriyah. Penetapan ini berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis yang menunjukkan perintah untuk menunaikan ibadah haji.
Salah satu ayat yang menjadi dasar kewajiban ibadah haji adalah Surah Ali Imran ayat 97:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ
سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim.) Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam”.
(QS. Ali Imran: 97)
Ayat ini menjelaskan bahwa ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu secara fisik dan finansial untuk melakukan perjalanan ke Baitullah.
Dalil lain yang menguatkan kewajiban ibadah haji adalah hadis dari Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang sering dikutip adalah sebagai berikut:
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan, dan menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu.
Selain dalil Al-Qur’an dan hadis, ijma’ ulama juga menjadi dasar penetapan kewajiban haji. Para ulama sepakat bahwa haji adalah wajib bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat-syarat kemampuan. Konsensus ini memperkuat status haji sebagai salah satu rukun Islam.
Penetapan syariat haji pada tahun ke-9 Hijriyah memiliki konteks sejarah yang penting. Sebelum penetapan ini, kaum Muslimin belum diwajibkan untuk menunaikan haji. Namun, pada tahun ke-9 Hijriyah, Nabi Muhammad SAW mengutus Abu Bakar Ash-Shiddiq RA untuk memimpin haji. Pada tahun itu pula, turun wahyu yang memerintahkan haji sebagai kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu.
‘Abdullah bin ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhum berkata kepada bapaknya: “Bangkitlah karena aku tidak dapat menjamin bahwa kamu tidak akan dihalangi untuk thawaf di Ka’bah Baitullah”. Maka dia berkata: “Kerjakanlah seperti apa yang telah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: {LAQOD KAANA LAKUM FII RASULILLAAHI USWATUN HASANAH} (Sungguh bagi kalian ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah). Dan aku bersaksi kepada kalian bahwa aku telah mewajibkan diriku sendiri untuk melaksanakan ‘umrah.” Maka ia berihram untuk ‘umrah dari rumah. (Nafi’) berkata: Kemudian dia keluar hingga apabila telah tiba di Al Baida’ dia berihram untuk haji dan ‘umrah dan berkata: “Tidaklah pelaksanaan haji dan ‘umrah itu kecuali satu”. Lalu dia membeli hewan qurban di Qudaid lalu masuk (makkah) dan thawaf untuk haji dan ‘umrah sekali thawaf dan tidak bertahallul hingga telah selesai (tahallul) dari keduanya.
Shahih Bukhari 1579
Pada tahun ke-10 Hijriyah, Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakan haji yang dikenal sebagai Haji Wada’ (haji perpisahan). Haji ini menjadi contoh langsung dari Nabi Muhammad SAW tentang tata cara pelaksanaan haji yang benar. Dalam khutbahnya pada Haji Wada’, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan-pesan penting dan menekankan kembali kewajiban haji bagi umat Islam.
Ibadah haji bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga memiliki hikmah dan makna spiritual yang dalam. Beberapa hikmah dan makna tersebut antara lain:
Ibadah haji disyariatkan pada tahun ke-9 Hijriyah berdasarkan dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ ulama. Kewajiban haji menjadi puncak dari rukun Islam yang menunjukkan ketundukan total seorang hamba kepada Allah SWT. Pelaksanaan haji bukan hanya sebuah ritual fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam, mengajarkan ketundukan, persatuan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagai salah satu pilar utama dalam Islam, haji menjadi kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, menegaskan pentingnya ibadah ini dalam kehidupan seorang Muslim.
“Kami bantu, terima dan salurkan, InsyaAllah Sesuai Syariah & Tepat Sasaran !”
Bergabunglah dalam program kurban di Masjid Al-Kahfi! Hanya dengan harga paket 3,5 juta, kita bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama dan mendapatkan berkah yang melimpah. Ayo, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berbagi kebaikan.
A.n Qurban Masjid Al-Kahfi Bunut